01 Januari 2011

Gagal Mendaki atau Mati

Pic. Hardi & Nobel (cooking)
Lihat videonya DISINI...
Sudah lama gak pernah naik gunung lagi, terakhir naik 17 agustus setahun yang lalu. ingin rasanya mengulang masa-masa indah bersama teman-teman, menaklukkan puncak gunung seadanya (bukan sebanyak-banyaknya). karena meskipun udah pernah ke sana sebelumnya, bagiku tak masalah. karena setiap pendakian, meskipun di tempat yang sama, pasti menghasilkan kisah yang berbeda-beda. kisah yang akan aku ceritakan kepada anak cucuku kelak (sok tua).

Pic. Ito, Atra, Nobel (Hiking)

Tersebutlah sebuah gunung di Jawa Timur, gunung Lawu (3153 MDPL). yang dahulu pernah aku dan teman-teman naiki puncaknya. alasan ku ingin ke gunung ini lagi karena menutut hematku, gunung lawu adalah yang paling mudah didaki diantara gunung yang pernah kudaki. alih-alih buat pemanasan setelah sekian lama vakum.


Tertanggal 3 Januari 2011...

akhirnya rencana itu terealisasikan juga. au dan 3 orang temanku (sama2 alumni Diploma Sipil UGM) akan mendaki gunung Lawu hari ini.
13.00 wib Berangkat dari kosan Atra, di daerah Klebengan, Sleman, Jogja. 4 orang menunggangi 2 buah motor menuju per-3 an Jombor (tempat bus ke Solo ngetem). sebelum menitipkan motor di penitipan setempat, terlebih dahulu Hardi mengajak kami ke rumah pacar barunya yang tak jauh dari sana, alasannya sih pamitan, tapi aku tau kalo Hardi ada maksud lain. setelah berpamitan tak pakai cipika cipiki segala, kamipun menunggu bus di pinggir jalan.
tak lama kemudian bus datang dan singkat cerita kami sampai di terminal Tirtonadi, Solo dengan ongkos 1,1 US Dollar, waktu itu harga 1 Dollar = 9000 rupiah. dari terminal Tirtonadi, kami melanjutkan perjalanan ke Tawangmangu dengan bus yang lebih kecil, ongkos Rp. 8000, tiba di terminal Tawangmangu sore hari sekitar pukul 17.30 wib.
udara Tawangmangu yang dingin membuat perut kami keroncongan, alhasil, kami memborong semua tahu yang ada pada tukang gorengan, tukang tahu sampai gulung tikar dan pulang lebih awal dari biasanya.
dari teminal Tawangmangu kami melanjutkan perjalanan menuju starting point pendakian di Cemoro sewu (Rp. 6000), melewati perbatasan Jawa tengah-Jawa Timur, hujan gerimis tak henti-hentinya turun. berdampak pada turunnya kabut putih yang membatasi jarak pandang kurang dari 5 meter, pak supir yang berpengalaman mengantarkan kami selamat sampai ke Cemoro sewu.
18.00 wib.... azan magrib berkumandang di sebuah musholla kecil di dekat beskem pendakian, kamipun melaksanakan sholat terlebih dahulu. wudhu dengan air es hasil alami dari gunung membuat darah seakan membeku. setelah selesai sholat, kami makan nasi goreng di warung yang tak jauh dari beskem, dan dari situlah petualangan sebenarnya baru dimulai....
20.00 wib, gerimis berubah menjadi hujan badaiyang mengerikan dah baru reda dinihari, alhasil, kami mengurungkan diri melakukan pendakian.
semalaman tadi, kami ber4 tidur di warung beralaskan sleeping bag, hal yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. serasa jadi cemen. tapi gak apa, dari pada tidur di tenda, di bawah pohon dan angin kencang, bisa-bisa kami tertimpa pohon tumbang. bijak sesekali gak apa, jangan idealis melulu.

Pic. Nobel & Hardi (memasak)
Pagi menjelang, serasa mubadzir kalo sudah menyewa tenda tapi tidak digunakan sama sekali. kita gak mau rugi dong. ya sudah, kami melancarkan skenario ke 2 setelah mencapai puncak Lawu tidak memungkinkan, di kakinya saja gak apa, yang penting KEBERSAMAAN.
tendapun didirikan, dan kami memasak sarapan pagi, nasi putih, indomi dan sayur kurang garam ala chef Nobel. walaupun rasanya sedikit aneh, tapi berubung perut keroncongan, semua makanan yang ada kami santap.
dan mulailah kami bereksperimen membuat foto2 yang menarik.
ada satu pelajaran yang dapat kami (aku seharusnya) petik dari peristiwa ini:
"Janganlah memaksakan ingin, jika kamu tidak sanggup"...

Terimakasih saya ucapkan kepada teman-teman sekaligus sahabat-sahabat saya : Hardi febri, Ito prasetianto, dan Atranisa. Nanti kita ulang lagi......!!!!
dari kiri : Afret Nobel, Ito prasetianto, Atranisa, Hardi febri

1 komentar:

  1. Seandainya kami melanjutkan perjalanan mendaki gunung pada malam itu, kami gak tau gimana jadinya. Mungkin kami akan terserang hipotermia. karena diantara ber4 orang, cuma aku yang bawa ponco.

    BalasHapus

Terimakasih sudah meninggalkan komentar.