Hari Sabtu tanggal 29
Desember 2012
Aku menjemput Hardi di Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Sebelumnya udah janjian dengannya. Aku
suruh naik angkot saja ke Pasarminggu, dia gak berani. Maklum, orang baru
datang ke Jakarta. Lagian, siapa yang mau berbuat jahat padanya, melihat
tampangnya saja orang sudah takut duluan.
Setelah sms-an cukup lama, karena belum mengenal “medan”
terminal Lebak Bulus yang semrawut, kami miss communication atau salah
komunikasi. Akhirnya ketemu juga dengannya, Hardi--teman akrabku dari Jogja,
teman sepenaikan gunung-gunung di Jawa Tengah.
Siangnya, Hardi mangajakku untuk ketemuan dengan adiknya di
Setia Budi, Jakarta. Sempat nyasar-nyasar sedikit, akhirnya ketemu juga.
Sorenya nemenin adiknya beli laptop di Ambassador.
Saat bermain pasir di pantai, kami diserang oleh segerombolan anak-anak penduduk lokal. Ternyata mereka ingin berteman dengan kami. Mulai hari itu, kami selalu dibuntuti kemana-mana. Mereka menjadi teman akrab kami di sana.
Belum puas dengan snorkeling di dermaga, kami melanjutkannya di Pantai Pasir Perawan. Lagi-lagi kami ketemu dengan anak-anak kemaren. Mereka senang sekali dipinjami alat snorkeling. Kasian mereka, walaupun mereka tinggal di sini, mereka kelihatan tidak pernah memakai alat snorkeling, karena mereka tergolong anak-anak yang kurang mampu dan harga alat snorkeling lumayan mahal. Mereka juga sepertinya di wanti-wanti untuk tidak mengganggu pengunjung pulau. Tetapi kami sama sekali merasa tidak terganggu. Mereka membuat kegiatan kami menjadi ramai.
Pose di depan kapal |
Tugu Pulau Pari |
Pantai Pasir Perawan |
Tenda Dome di bawah pohon |
Bersama anak-anak penduduk lokal |
Mengelilingi hutan bakau |
Snorkeling di dermaga |
Pantai Pasir Perawan |
Dangdutan dengan penyanyi lokal |
Hari Minggu tanggal
30 Desember 2012
Kami berangkat dari kosan-ku di Pasarminggu, Jakarta Selatan
sekitar pukul 05.00 wib. Dengan menunggangi Revalina (nama motorku) dan membawa
carrier yang lumayan berat. Isinya ada tenda juga. Ya, kami rencananya mau
camping saja di Pulau Pari. Liburan ala backpacker.
Kami tiba di kosan Dinda sekitar 30 menit kemudian, Jalanan
Jakarta cukup lancar jika subuh. Dari kosan Dinda, Kemanggisan, setelah menitipkan motor di sana kami
melanjutkan perjalanan dengan taksi menuju Pelabuhan Ikan Muara Angke, Jakarta
Utara. Taksi burung biru dengan argo, ongkos dari Kemanggisan – Muara Angke
sekitar 50 ribu.
Perjalanan menggunakan taksi masih lancar dan mulai macet
ketika mendekati pelabuhan karena banyak orang yang datang dengan
tujuan yang sama, liburan. Karena takut ketinggalan kapal, kami memutuskan
turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, kebetulan pelabuhan
sudah dekat. Karena ketika macet, jalan kaki akan lebih cepat ketimbang naik
kendaraan (fakta).
Ada beberapa kapal yang sudah ngetem, tetapi dengan tujuan
yang berbeda-beda. Jangan sampai salah naik, ada baiknya tanya-tanya dulu. Kapal
menuju Pulau Pari sudah menunggu kami. Kapal besar yang terbuat dari kayu
berkapasitas sekitar 100 orang. Kami mengambil tempat duduk di bagian depan atas
agar leluasa melihat lautan. Standar keamanan kapal ini minus sekali, hanya ada
2 buah pelampung kecil dan 1 buah pelampung besar, kira-kira hanya cukup untuk
10 orang. Hanya doa yang bisa menyelamatkan kita di kapal ini.
Perjalanan menuju Pulau Pari ditempuh sekitar 1 jam. Kebetulan lautan teluk Jakarta cukup bersahabat, sehingga kapal tidak terombang ambing. Ongkos kapal dari Pelabuhan Muara Angke ke Pulau Pari sekitar 30 ribu. Padahal kalau resmi, harganya sekitar 47 ribu. 30 ribu itu tanpa asuransi, resiko di tanggung sendiri ya!
Perjalanan menuju Pulau Pari ditempuh sekitar 1 jam. Kebetulan lautan teluk Jakarta cukup bersahabat, sehingga kapal tidak terombang ambing. Ongkos kapal dari Pelabuhan Muara Angke ke Pulau Pari sekitar 30 ribu. Padahal kalau resmi, harganya sekitar 47 ribu. 30 ribu itu tanpa asuransi, resiko di tanggung sendiri ya!
Setibanya di Pulau Pari, kami mencari penyewaan sepeda, dan kami tidak dapat sepeda karena sudah habis di booking para wisatawan lainnya. Setelah nanya-nanya, kamipun mendirikan tenda di Pantai Pasir Perawan, di sebelah Utara Pulau Pari. Biaya sewa tempat mendirikan tenda adalah 10 ribu/orang/hari.
Kami memilih tempat di pojokan pantai, dibawah pohon agar tenda kami terhalang dari hempasan angin pantai yang lumayan kencang. Sekitar 40 kg/m2 (berdasarkan PPIUG 1987).
Pada awalnya kami tiba di sana, sudah ada satu rombongan yang mendirikan tenda. Dan pada hari berikutnya, pantaipun penuh dengan tenda-tenda lainnya. Setelah mendirikan tenda, kami mencicipi berenang di Pantai Pasir Perawan. Airnya jernih dan asin tentunya.
Tak seperti rombongan backpacker lainnya, kami sengaja tidak membawa alat memasak karena tak mau ribet. Alhasil, makanan kami selama di sana hanya mie instant + nasi putih. Makan ikan asin di malam terakhir saja terasa begitu mewah. Saran saya, kalau liburan ke sana lagi, harus membawa perlengkapan masak dan logistik yang memadai karena untuk kuliner sangat kurang bervariasi di sana.
Hari Senin tanggal 31
Desember 2012
Cuaca hari ini cukup cerah. Kami habiskan setengah hari
untuk berkeliling-keliling hutan bakau di tengah laut menggunakan perahu. Aku
dan Hardi yang menjadi nakhodanya, sementara Dinda jadi fotographer saja. Harga
sewa perahu 30 ribu/sepuasnya. Kalau pakai guide/tukang dayung jadi 50 ribu.
Setelah makan siang, kami berangkat ke dermaga untuk menyewa alat snorkeling. Harga sewa alat 25 ribu/orang (snorkel, kacamata selam, pelampung dan kaki katak). Karena cuma bertiga, dirasa mahal untuk menyewa kapal yang sekitar 250 ribu/kapal, kami memutuskan untuk snorkeling di sekitar dermaga saja, kata penduduk sekitar, pemandangan bawah laut di sekitar dermaga lumayan bagus.
Setelah makan siang, kami berangkat ke dermaga untuk menyewa alat snorkeling. Harga sewa alat 25 ribu/orang (snorkel, kacamata selam, pelampung dan kaki katak). Karena cuma bertiga, dirasa mahal untuk menyewa kapal yang sekitar 250 ribu/kapal, kami memutuskan untuk snorkeling di sekitar dermaga saja, kata penduduk sekitar, pemandangan bawah laut di sekitar dermaga lumayan bagus.
Wah, bagus sih bagus, ikan dan terumbu karangnya lumayan bervariasi. Cuma, ubur-ubur itu tidak begitu ramah. Ya, di perairan sekitar dermaga masih banyak ubur-ubur kecil yang berenang gembira. Disengat ubur-ubur itu rasanya seperti disayat-sayat duri pandan. Setelah puas di sengat ubur-ubur, kami menyudahi per-senorkeling-an hari ini. Sebenarnya mereka tidak menyengat, itu tanda sayang mereka (kata siapa?).
Malam ini tepat jam 00.00 tahun akan berganti. Di Pantai Pasir Perawan ada event Buble Party yang diiringi musik-musik DJ. Kalau mau ikutan, kita wajib membayar 250 ribu. Tetapi kami memilih berbeda (beda itu asik), di dermaga ada acara dangdutan, gratis. Hahaha. Inilah ala backpacker yang sesungguhnya.
Setelah puas dangdutan dan joget, kami segera bersistirahat di tenda kami sambil temani dentuman kembang api yang tak ada habisnya. Musik DJ-nya juga tak kalah heboh. Kami sengaja tidur cepat agar besok tidak ketinggalan kapal menuju Jakarta.
mantap
BalasHapus