10 September 2008

Dari kelok 9 ke kelok 44

Allahuakbar....Allahuakbar....Allahuakbar....
Laailahailallah...Allahuakbar....
Allahuakbar....walillahhilhamd....

Takbir telah berkumandang di hari nan fitri, umat muslim seluruh dunia merayakannya. Tapi beberapa tahun terakhir, Indonesia raya kurang kompak. Ada yang lebaran hari ini, ada yang kemaren, ada juga yang besok baru lebaran. yah, sudahlah, apapun itu. Sesuai dengan semboyan kita, Bhinneka Tunggal Ika. Bersatu kita teguh, bercerai kita rujuk lagi.

Seperti lebaran-lebaran sebelumnya, keluarga gw mengadakan jalan-jalan. Satu-satunya alternatif (kalo cuma satu, mana bisa dibilang alternatif) adalah jalan-jalan ke Sumatera Barat. Kebetulan juga kampung halaman gw dan ortu gw di Pangkalan, Kab. Fifty City (pen: Limapuluh koto), Sumatera Barat.

Biasanya, gw pulkam setelah sholat Ied. Gw dan keluarga biasanya sholat Ied dulu di Ujungbatu, kab. Rokan Hulu, Riau, setelah salam-salaman dan menikmati kue lebaran, kami biasanya berangkat pulang kampung ke Pangkalan.

Langsung ke jalan-jalannya aja ya...
Untuk menuju Bukittinggi/Padang, kalo lewat Pangkalan, kita pasti melewati jalanan yang namanya Kelok Sembilan (Nine Turn). Apa istimewanya? lihat gambar di bawah!
Pic. salah satu sisi kelok 9


Pic. Kelok 9 tampak atas

Pic. Kelok 9 sejuta kenangan
Orang yang baru bisa nyetir dari kecil saja lumayan susah melewatinya, apalagi yang baru belajar nyetir tadi sore.

Hari sudah sore ketika mobil Papa (cielah Papa, berarti jajan gw 15 ribu sehari) menapaki Kota Payakumbuh, hari sudah beranjak sore. dan kami memutuskan menginap di penginapan setempat.

Hari berikutnya, kami mandi di Batang Tabik. Dari penginapan, kami naik kuda Bendi (kalo di Jogja namanya Andong). Batang Tabik itu semacam kolam renang dengan aliran air dari gunung. Dingin banget coy. Gw gak ikut nyebur, karena kolamnya terlalu rame. Lagian cuma kolam renang, apa hebatnya. Ya sudah, adik-adik gw saja yang gw ceburin.
Pic. Bendi (Andong, kalo di Jogja)

Pic. Batang Tabik

Selepas mandi di Batang Tabik, kami melanjutkan perjalanan ke Padang. Dan sampai di Padang sudah sore. Kamipun menginap di rumah saudara yang ada di sana.

Kalau sudah di Padang, objek wisata yang selalu kami kunjungi adalah Taplau (tapi lauik, bahasa Minang), artinya tepi laut. Selain akses menuju ke sana mudah dan hemat juga. Tapi biasa aja tuh Taplau, gak ada yang istimewa. sama seperti tepian laut lainnya. Di Taplau, kalau mau jajan harus tanya-tanya dulu, untuk menghindari pedagang yang curang yang suka me mark up harga jualannya. Saya kasih tau dah rahasianya, "Gak semua orang Minang itu baik". wakakaka.
Pic. Taplau, Padang
 
Kondisi Taplau sendiri kurang bagus waktu itu. Sampah-sampah berserakan di tepiannya. Saya selaku mahasiswa pencinta alam merasa miris melihatnya. Tapi apa daya, saya hanya lelaki. Harusnya slogan "Buang sampah pada tempatnya" diganti saja dengan "Buang sampah di tong sampah". karena kata "tempatnya" mengandung banyak arti.

Ada satu hiburan yang pantas dicoba di Taplau, yaitu naik Boat keliling-keliling.
Pic. Naik perahu boat di Taplau

Pic. Naik perahu boat di Taplau

 Setelah puas menikmati Taplau, kami melanjutkan perjalanan ke Danau Maninjau. Melewati jalan yang lebih hebat dari sebelumnya. Kita akan melewati Kelok 44. Gila.... Bukan cuma 9 kelokan yang dilewati seperti pada Kelok 9, tapi ada 44 kelok yang sama. Ngomong-ngomong tau arti kelok? Kelok berasal dari bahasa Minang, artinya Belokan/tikungan.
Pic. Kelok 44

Pic. Pesona Danau Manjinau

Pic. Pesona Danau Manjinau
Ini kisahku, apa kisahmu? Terimakasih sudah mengunjungi....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar.