01 Januari 2013

Menikmati Tahun Baru Di Pulau Pari

Hari Sabtu tanggal 29 Desember 2012

Aku menjemput Hardi di Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan.  Sebelumnya udah janjian dengannya. Aku suruh naik angkot saja ke Pasarminggu, dia gak berani. Maklum, orang baru datang ke Jakarta. Lagian, siapa yang mau berbuat jahat padanya, melihat tampangnya saja orang sudah takut duluan.

Setelah sms-an cukup lama, karena belum mengenal “medan” terminal Lebak Bulus yang semrawut, kami miss communication atau salah komunikasi. Akhirnya ketemu juga dengannya, Hardi--teman akrabku dari Jogja, teman sepenaikan gunung-gunung di Jawa Tengah.

Siangnya, Hardi mangajakku untuk ketemuan dengan adiknya di Setia Budi, Jakarta. Sempat nyasar-nyasar sedikit, akhirnya ketemu juga. Sorenya nemenin adiknya beli laptop di Ambassador.


Pose di depan kapal
Tugu Pulau Pari
Pantai Pasir Perawan
Tenda Dome di bawah pohon
Saat bermain pasir di pantai, kami diserang oleh segerombolan anak-anak penduduk lokal. Ternyata mereka ingin berteman dengan kami. Mulai hari itu, kami selalu dibuntuti kemana-mana. Mereka menjadi teman akrab kami di sana.
Bersama anak-anak penduduk lokal
Mengelilingi hutan bakau
Snorkeling di dermaga
Belum puas dengan snorkeling di dermaga, kami melanjutkannya di Pantai Pasir Perawan. Lagi-lagi kami ketemu dengan anak-anak kemaren. Mereka senang sekali dipinjami alat snorkeling. Kasian mereka, walaupun mereka tinggal di sini, mereka kelihatan tidak pernah memakai alat snorkeling, karena mereka tergolong anak-anak yang kurang mampu dan harga alat snorkeling lumayan mahal. Mereka juga sepertinya di wanti-wanti untuk tidak mengganggu pengunjung pulau. Tetapi kami sama sekali merasa tidak terganggu. Mereka membuat kegiatan kami menjadi ramai.
Pantai Pasir Perawan
Dangdutan dengan penyanyi lokal


Hari Minggu tanggal 30 Desember 2012

Kami berangkat dari kosan-ku di Pasarminggu, Jakarta Selatan sekitar pukul 05.00 wib. Dengan menunggangi Revalina (nama motorku) dan membawa carrier yang lumayan berat. Isinya ada tenda juga. Ya, kami rencananya mau camping saja di Pulau Pari. Liburan ala backpacker.

Kami tiba di kosan Dinda sekitar 30 menit kemudian, Jalanan Jakarta cukup lancar jika subuh. Dari kosan Dinda, Kemanggisan,  setelah menitipkan motor di sana kami melanjutkan perjalanan dengan taksi menuju Pelabuhan Ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Taksi burung biru dengan argo, ongkos dari Kemanggisan – Muara Angke sekitar 50 ribu.

Perjalanan menggunakan taksi masih lancar dan mulai macet ketika mendekati pelabuhan karena banyak orang yang datang dengan tujuan yang sama, liburan. Karena takut ketinggalan kapal, kami memutuskan turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, kebetulan pelabuhan sudah dekat. Karena ketika macet, jalan kaki akan lebih cepat ketimbang naik kendaraan (fakta).

Ada beberapa kapal yang sudah ngetem, tetapi dengan tujuan yang berbeda-beda. Jangan sampai salah naik, ada baiknya tanya-tanya dulu. Kapal menuju Pulau Pari sudah menunggu kami. Kapal besar yang terbuat dari kayu berkapasitas sekitar 100 orang. Kami mengambil tempat duduk di bagian depan atas agar leluasa melihat lautan. Standar keamanan kapal ini minus sekali, hanya ada 2 buah pelampung kecil dan 1 buah pelampung besar, kira-kira hanya cukup untuk 10 orang. Hanya doa yang bisa menyelamatkan kita di kapal ini.
Perjalanan menuju Pulau Pari ditempuh sekitar 1 jam. Kebetulan lautan teluk Jakarta cukup bersahabat, sehingga kapal tidak terombang ambing. Ongkos kapal dari Pelabuhan Muara Angke ke Pulau Pari sekitar 30 ribu. Padahal kalau resmi, harganya sekitar 47 ribu. 30 ribu itu tanpa asuransi, resiko di tanggung sendiri ya!


Setibanya di Pulau Pari, kami mencari penyewaan sepeda, dan kami tidak dapat sepeda karena sudah habis di booking para wisatawan lainnya. Setelah nanya-nanya, kamipun mendirikan tenda di Pantai Pasir Perawan, di sebelah Utara Pulau Pari. Biaya sewa tempat mendirikan tenda adalah 10 ribu/orang/hari.


Kami memilih tempat di pojokan pantai, dibawah pohon agar tenda kami terhalang dari hempasan angin pantai yang lumayan kencang. Sekitar 40 kg/m2 (berdasarkan PPIUG 1987).


Pada awalnya kami tiba di sana, sudah ada satu rombongan yang mendirikan tenda. Dan pada hari berikutnya, pantaipun penuh dengan tenda-tenda lainnya. Setelah mendirikan tenda, kami mencicipi berenang di Pantai Pasir Perawan. Airnya jernih dan asin tentunya.



Tak seperti rombongan backpacker lainnya, kami sengaja tidak membawa alat memasak karena tak mau ribet. Alhasil, makanan kami selama di sana hanya mie instant + nasi putih. Makan ikan asin di malam terakhir saja terasa begitu mewah. Saran saya, kalau liburan ke sana lagi, harus membawa perlengkapan masak dan logistik yang memadai karena untuk kuliner sangat kurang bervariasi di sana.

Hari Senin tanggal 31 Desember 2012

Cuaca hari ini cukup cerah. Kami habiskan setengah hari untuk berkeliling-keliling hutan bakau di tengah laut menggunakan perahu. Aku dan Hardi yang menjadi nakhodanya, sementara Dinda jadi fotographer saja. Harga sewa perahu 30 ribu/sepuasnya. Kalau pakai guide/tukang dayung jadi 50 ribu.


Setelah makan siang, kami berangkat ke dermaga untuk menyewa alat snorkeling. Harga sewa alat 25 ribu/orang  (snorkel, kacamata selam, pelampung dan kaki katak). Karena cuma bertiga, dirasa mahal untuk menyewa kapal yang sekitar 250 ribu/kapal, kami memutuskan untuk snorkeling di sekitar dermaga saja, kata penduduk sekitar, pemandangan bawah laut di sekitar dermaga lumayan bagus.


Wah, bagus sih bagus, ikan dan terumbu karangnya lumayan bervariasi. Cuma, ubur-ubur itu tidak begitu ramah. Ya, di perairan sekitar dermaga masih banyak ubur-ubur kecil yang berenang gembira. Disengat ubur-ubur itu rasanya seperti disayat-sayat duri pandan. Setelah puas di sengat ubur-ubur, kami menyudahi per-senorkeling-an hari ini. Sebenarnya mereka tidak menyengat, itu tanda sayang mereka (kata siapa?).



Malam ini tepat jam 00.00 tahun akan berganti. Di Pantai Pasir Perawan ada event Buble Party yang diiringi musik-musik DJ. Kalau mau ikutan, kita wajib membayar 250 ribu. Tetapi kami memilih berbeda (beda itu asik), di dermaga ada acara dangdutan, gratis. Hahaha. Inilah ala backpacker yang sesungguhnya.


Setelah puas dangdutan dan joget, kami segera bersistirahat di tenda kami sambil temani dentuman kembang api yang tak ada habisnya. Musik DJ-nya juga tak kalah heboh. Kami sengaja tidur cepat agar besok tidak ketinggalan kapal menuju Jakarta.

1 komentar:

Terimakasih sudah meninggalkan komentar.